DPR Soroti Pembentukan Holding BUMN
Sejumlah Anggota Komisi VI DPR RI menyoroti pembentukan holding BUMN Migas, antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan jajaran direksi PT Inalum, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/1/2018).
“Kita ingin melakukan review, mendengar langsung dari kedeputian dan BUMN yang ada di bawahnya untuk bersama mencermati dan melalukan pengawasan,” kata Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno saat memimpin RDP yang diwarnai sejumlah interupsi.
Awalnya, RDP diagendakan membahas mengenai perkembangan kinerja BUMN untuk periode 2015 - 2017. Namun, saat rapat baru berlangsung, banyak interupsi oleh Anggota Dewan tak terelakkan.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir menyoroti, dengan masuknya PT PGN menjadi anak usaha PT Pertamina, maka secara otomatis PT PGN menjadi sub holding dari Pertamina. Adapun saham pemerintah di PGN sebesar 57 persen, sedangkan 43 persen sisanya merupakan saham publik. Namun, jumlah saham pemerintah tidak seutuhnya diserahkan ke Pertamina. Pemerintah masih memegang saham seri A atau dwiwarna.
Menurutnya, Pemerintah seharusnya tidak memegang kendali melalui satu saham dwiwarna. Sebab 43 persen persen saham PGN dikuasai publik. Sebaliknya, pemerintah seharusnya memiliki kendali terhadap PGN melalui Pertamina, bukan melalui saham dwiwarna.
“Apakah nanti sepakat pemegang saham 43% dengan yang satu persen itu punya kewenangan,” kata politisi F-Hanura itu seolah bertanya.
Terlebih lagi, sambung Inas, saham dwiwarna tidak diatur dalam Undang-Undang BUMN. “Tetapi kalau kita kembali lagi ke aturan yang tadi, maka patokannya adalah UU BUMN Pasal 1 Ayat 1,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VI Nasril Bahar dalam interupsinya mengkritik, Panja Aset BUMN tidak dilibatkan dalam pembentukan holding BUMN. Padahal, sebelum terbentuknya holding tersebut, Panja Aset BUMN merekomendasikan penghentian pembentukan holding BUMN. Ia menanyakan alasan mendesak yang membuat pembentukan Holding tanpa kesepakatan panja.
“Dua bulan ini kami melihat tentang proses holding pertambangan, tiga hari yang lalu kita mendengar holding migas. Perlu rasanya pada situasi yang baru saja dilaksanakan, kami ingin mendengar Kementerian BUMN. Sehingga dalam posisi kemitraan kita antara DPR bersama Kementerian sebagai mitra yang ini nampaknya bertepuk sebelah tangan," ungkapnya.
Namun, sejumlah interupsi dari Anggota Dewan tidak mendapat tanggapan dari Deputi Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, karena pihaknya hanya menyiapkan materi pembahasan sesuai agenda. RDP kemudian diskors 15 menit, sebelum melanjutkan pembahasan utama mengenai evuasi kinerja BUMN. (ann/sf)